ASSALAMUALAIKUM ...... SELAMAT DATANG DI

GORESAN GARIS LURUS



Cari Blog Ini

Selasa, 12 April 2016

Setting Lingkungan Belajar Inklusi


Hallo sahabat-sahabat GGL, sudah lama sekali rasanya tidak menyentuh blog ini. Kalo ini ibarat rumah bisa jadi sudah banyak sarang laba-labanya nih. Tapi mari kita lupakan... mending kita langsung aja ni.. aku pengen ngebahas beberapa hal terkait sekolah Inklusi ni.. salah satunya tentang setting pembelajaran di sekolah inklusi itu sebaiknya gimana sih.. ini juga kuangkat karena akhir-akhir ini mulai banyak sekolah inklusi yang bermunculan. Tapi keberadaannya tidak diiringi dengan fasilitas yang mendukung. Hal ini tentu sangat disayangkan.

Setting Lingkungan Belajar Inklusi



Bagaimana sarana dan pengelolaan setting lingkungan belajar di sekolah inklusi menjadi isu penting dalam membangun pendidikan yang terdiferensiasi. UNESCO 2009- Policy Guidelines for Inclusion mengungkapkan bahwa salah satu dari yang menjadi permasalah sekolah inklusi saat ini antara lain yaitu kebutuhan penyediaan alat peraga dan bahan untuk meningkatkan partisipasi anak-anak difable, serta bagaimana kebutuhan adaptasi dengan infrastruktur sekolah (Johnson dan Wilman, 2001;2007;2008).
Dunst, Bruder, Trivette, dan Hamby (2006) melakukan penelitian terkait bagaimana setting kegiatan sehari-hari dilingkungan belajar natural jauh lebih memberikan manfaat dibanding intervensi kegiatan belajar bagai anak-anak. Dengan kata lain bagi anak-anak situasi lingkungan belajar yang baik dan alami diperlukan untuk mendukung mereka dalam meningkatkan kemampuan belajar. Bagaimanapun program dan pihak-pihak terkait melakukan pengembangan inklusi berjalan dengan baik, tetap saja tidak bisa serta merta maksimal jika lingkungan belajar tidak mendukung bagaimana anak-anak berkebutuhan khusus untuk menjalankan aktivitasnya. Misalnya pada anak berkebutuhan khusus-tunaganda, Killoran (2007) mengungkapkan anak-anak deafblindness membutuhkan metode pengajaran yang berbeda dari anak-anak yang hanya mendengar atau kehilangan penglihatan. Jika anak-anak normal hanya membutuhkan papan tulis dan spidol dalam beberapa metode pengajaran, tidak demikian dengan anak-anak difabel, modifikasi lingkungan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak, seperti merendahkan papan tulis untuk anak-anak yang menggunakan kursi roda, ataupun buku pelajaran braile untuk anak-anak tuna netra. Menurut Suparno (2010) keterbatasan akan pemenuhan kebutuhan ini sering kali diabaikan karena adanya anggapan kebutuhan yang objektif. Dengan kata lain selama ini sarana kebutuhan anak-anak sekolah inklusi tidak terdiferensiasi sebagaimana mestinya melainkan cenderung disamakan dengan anak-anak pada umumnya.
Setting belajar yang sesuai dengan kebutuhan objektif anak-anak berkebutuhan khusus merupakan hal yang perlu disarankan dilingkungan belajar mengajar pada sekolah inklusi. Beberapa anak berkebutuhan khusus kadang kala kesulitan berada di lingkungan sekolah non SLB (sekolah Luar Biasa) dikarenakan fasilitas yang kurang mendukung untuk kegiatan mereka, semisal tidak adanya besi titian di pinggir dinding trotoar sekolah yang dapat digunakan untuk anak-anak tunanetra dalam berjalan. Sekolah inklusi yang baik seharusnya memiliki fasilitas yang juga ikut membantu anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa melakukan aktifitas sosialnya maupun aktifitas belajarnya, misalnya untuk adanya ruangan khusus disekolah yang menyediakan fasilitas belajar diluar materi akademik seperti pelajaran menjahit, musik, olah raga dan lainnya. Penggunaan teknologi mungkin menjadi salah satu hal yang bisa disarankan dalam pendidikan inklusi. Niemi & Gooler (dalam Riswita, 2009) mengungkapkan penggunaan teknologi informasi memberikan beberapa keuntungan untuk sistem pembelajaran salah satunya penambahan ketersediaan media alternatif untuk mengakomodasi strategi pembelajaran yang beraneka ragam, hal ini juga dianggap dapat membuat motivasi belajar menjadi semakin tinggi, dan model pembelajaran individu maupun kelompok menjadi lebih potensial. Bahkan beberapa penelitian telah mengungkapkan bagaimana Assistive technology dapat membantu anak-anak difable dalam melakukan proses belajar mengajar dan meningkatkan kemampuan akademik (Blackhurst;2005, Edyburn; 2006). Schwab Foundation for Learning tahun 2000 mengungkapkan bahwa assistive technology ini dapat berupa hardware dan software seperti komputer dengan layar sentuh, proyektor, rekorder atau teknologi lainnya yang juga diiringi dengan aplikasi program yang bisa membantu proses belajar anak. 

Note : Tulisan ini merupakan salah satu tugas kuliahku.

Referensi 
Blackhurst, A Edward. 2005. Perspectives on Aplications of technology in the field of learning disabilities. Spring, volume 28
_____---. 2000. Assistive Technology for Childer with Learning Difficulties. Schwab Foundation for Learning. California.
Dunst, Carl J.Bruder, Mary B. Trivette, Carol M, dan Hamby, Deborah W. 2006. Everyday Activity Settings, Natural Learning Environments, and Early Intervention Practices. Journal of Policy and Practice in Intellectual Disabilities. Volume 3 Number 1.
Edyburn, D.L. (2006). Assistive technology and mild disabilities. Special Education Technology Practice, 8(4), 18-28.
Ginsburg, Faye dan Rapp, Rayna. (2013). Entagled ethnography ; Imagining a future for youg adults with learning disabilities. Sosial Science dan Medicine. Vol 99 hal 187-193.
Jonsson & Wiman 2001 Education, Poverty and Disability in Developing Countries 2001. http://www.congreso.gob.pe/ comisiones/2006/discapacidad/tematico/educacion/Poverty-Education-Disability.pdf
Killoran, J. (2007). The national deafblind child count: 1998–2005 in review. Monmouth, OR: National Technical Assistance Consortium for Children and Young Adults who are Deaf Blind (NTAC),Teaching Research Institute, Western Oregon University.
Khairunisa, Rechika. 2015. Implementasi Metode Pembelajaran dan Program-program Pembelajaran Khusus di Sekolah Inklusi SMP Tumbuh Yogyakarta. Fakultas Sosiologi Universitas Gadjah Mada.
Liputan6.com-Kontras. 2014. Penerapan Kurikulum tahun 2013 pada pendidikan Inklusi. Diakses pada tanggal 5 Januari dari http://kliping.kemenag.go.id/downloads/7677d9b887 bd289 da6a7c2da8ae7d951.pdf
Risnawati, Rini. 2009. Hubungan Proses Belajar Mengajar Berbasis Teknologi dengan Hasil Belajar : Studi Metaanalisis. JURNAL PSIKOLOGI. VOLUME 36, NO. 2, DESEMBER 2009: 164 – 176
Rule, Peter dan Modipa, Taadi Ruth. (2012)“We Must Believe in Ourselves”: Attitudes and Experiences of Adult  Learners With Disabilities in KwaZulu-Natal, South Africa. Journal of Adult Education Quarterly 62(2) 138– 158.
Saptandari, Edilburga W dan Adiyanti. 2013. Mengurangi Bullying melalui Program Pelatihan “Guru Peduli”. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Suparno. 2010. Pendidikan Inklusif untuk Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Khusus, Vol.7. No.2. Nopember.
UNESCO (2009). Inclusion of children and disabilities: the early childhood imperative. UNESCO Policy Brief on Early Childhood. http://unesdoc.unesco.org/images/0018/001831/183 156e.pdf
Vermeulen, A Jorine. Denessen, Eddie. Knoors, Harry. (2012). Mainstream teachers about including deaf or hard of hearing students. Journal of Teaching and Teacher Education. 28.174-181

2 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus
  2. tulisan bagus. kok ga aktif lagi knp? ijin ambil manfaatnya ya kak

    BalasHapus